Sapiens dalam Pandangan Karl Marx

Umanitya Fitri Hanryana
3 min readJun 3, 2020

--

Pandangan Karl Marx mengenai manusia tidak lepas dari kondisi ekonomi pada saat itu. Pada dasarnya, semua manusia memiliki productivity force atau daya produksi, daya produksi dapat diketahui secara pribadi ketika kita mengerjakan sesuatu dan hasilnya dikenali oleh masyarakat. Dari daya produksi tersebut, masing-masing dari manusia memiliki bargaining position dan hasilnya dapat ditukarkan dengan yang lainnya. hal ini menjadi sangat absurd apabila manusia tidak bisa memproduksi sesuatu yang digunakan untuk mereka sendiri dan itulah yang terjadi pada kelas proletar.

Manusia juga memiliki Hasrat. Hasrat merupakan sesuatu yang menghambat daya produksi sehingga manusia menjadi teralienisasi. Pemenuhan Hasrat hanya sekedar agar manusia bisa hidup, bukan untuk mengaktualisasi diri.

Menurut marx, manusia terbagi kedalam dua kelas sosial, yaitu borjuis dan proletar. Kedua kelas sosial tersebut sama-sama menyangkal daya produksi yang merupakan ciri khas dari manusia. Selain itu, keduanya juga sama-sama teralienasi dengan produktivitas manusia dalam tataran masyarakat karena adanya kelas-kelas sosial. Manusia seharusnya memanfaatkan apa yang disediakan alam, tetapi karena adanya hasrat, kebutuhan, dan keinginan yang harus dipenuhi. Yang terjadi apabila hasrat tidak dipenuhi oleh manusia adalah manusia tidak bisa mengaktualisasi dirinya. Ketika alam dikuasai oleh kelompok tertentu, yang bisa dilakukan oleh kelas proletar adalah menyediakan tenaga mereka untuk mengaktualisasi diri.

Ketika kelas proletar memberikan tenaga mereka, apakah dengan memberikan tenaga mereka merupakan bentuk dari productivity force? Dalam kasus tersebut, terdapat tuntutan hasrat dan aturan yang dikenakan kepada banyak orang. Kemudian menggerakan kelas proletar untuk melakukan sesuatu adalah “hasrat” mereka. Mereka melupakan productivity force mereka. Sebagai contoh, Doni adalah seorang gitaris, dan hasrat dia adalah untuk bermain gitar, Doni bisa saja kemudian hari menjadi seorang gitaris yang terkenal, namun doni harus tetap berkuliah dijurusan yang tidak ada hubungannya dengan bermain gitar karena tuntutan sosial yang mengharuskan dia untuk berkuliah. Kelas proletar teralienasi karena tidak bisa mengaktualisasi dirinya dengan baik karena productivity force terhambat oleh hasrat, kaum proletar hanya sekedar memenuhi hasrat. Di sisi lain, kaum borjuis juga teralienasi karena yang mereka pikirkan adalah bagimana mereka bisa mendapatkan untung sebanyak-banyaknya, mereka hanya memikirkan keuntungan, bukan apa yang dia produksi.

Lalu, apa solusi dari semua permasalahan ini? Menurut marx, solusi dari masalah ini adalah revolusi. Kaum proletar harus mampu memperlihatkan bahwa mereka memiliki productivity force. Namun, ada hal yang menghalangi revolusi buruh, yaitu agama.

Buruh bekerja selama 12 jam seharian, mereka sudah lelah dan mati-matian bekerja dan mendapatkan gaji yang tidak seberapa. Namun ketika sampai di rumah, buruh beribadah. Dengan beribadah dan beragama, maka buruh akan mendapat ketenangan, dan lupa akan rasa lelahnya ketika bekerja. Maka dari itu marx mengatakan bahwa “religion is the opium of the people” dalam hal ini, efek tenang dari agama sama dengan efek tenang yang dirasakan pada saat mengkonsumsi opium. Hal itu yang membuat mereka kehilangan productivity forcenya.

Agama juga menjadi pembenaran bagi kelas borjuis. Dalam agama, kita diajarkan tuntuk berbuat baik. Kelas borjuis menganggap bahwa bila mereka memberikan pekerjaan kepada kelas prolerar sama saja memberi pertolongan bagi yang tidak mampu. Efek opium yang sama yang menenangkan kelas borjuis. Hak yang ditetima buruh seharusnya sesuai dengan daya productivity force mereka.

manusia selalu berada dalam tataran keterasingan dari diri kita sendiri, kita tidak tahu siapa kita karena kita ada di tengah masyarakat yang tidak mendukung kita untuk mengembangkan productivity force.

Kerja menurut marx ketika daya produktivitasmu menghasilkan sesuatu dari alam. namun, hal ini hanya menjadi alat kapitalisme belaka. Kapitalisme dapat runtuh ketika hasrat-hasrat manusia mampu disalurkan lewat daya produksi. bukan hanya pemenuhan hasrat saja.

--

--